Hai, sabat,
sudah lama nih tidak mosting cerita lagi. Kali ini adalah ceritaku sendiri.
Bagi yang berminat terus baca ya. Bagi yang kurang berminat ngelike gak
dilarang kok… selamat membaca!!
Hampir tiga
bulan sudah aku di Indonesia. Tanah pertiwi yang aku cintai, yang sudah menyatu
kedalam jiwa dan ragaku.
Suatu hari, aku
dan keluargaku ada acara di Medan. Kota Medan dari tempatku tinggal berjarak
sekitar lima jam-an. Berhubung banyak orang dari keluargaku yang ikut, kuota
mobil kami pun tidak mencukupi. Aku dan beberapa orang saudaraku harus mengalah
dan naik kereta api. Memang padat, tapi aku sangat menikmati perjalananku
ketika itu. Perjalanan singkat namun tidak pernah kurasakan lagi selama
beberapa tahun belakangan ini. Karena di Yaman tidak ada kereta. Mana mungkin
rel kereta bisa tertancap diatas pasir yang selalu berhilir.
Sesekali naik
kereta api, aku pun tidak mau hanya duduk dan diam menunggu waktu menyampaikan
kereta api itu ke tempat tujuannya. Aku lantas mengambil jalanku untuk
melihat-lihat sekitar kereta api dan menyapai orang-orang yang ramah menatapku.
Sangat indah bisa bersua kembali dengan daerah kita sendiri. Tapi ada satu hal
yang merisihkan pandanganku. Orang-orang acap kali acuh dengan lingkungan
sekitar mereka. Dengan semakin banyak orang yang berjualan dikereta api,
semakin banyak pula perut yang akan terisi. Tapi, akan semakin banyak pula
sampah yang menyumpeki sudut-sudut kereta api.
Aku pun sempat
bergumam kasihan. Meski aku tidak tahu harus kasihan kepada siapa. Mungkin aku
harus kasihan kepada si ‘kereta api’ yang sudah berjuang keras untuk penumpang
tapi penumpang tidak pernah memperhatikannya.
Beberapa waktu
lalu, ketika setiap sore aku masih leluasa mengukir jejakku dipepasiran bumi Tareem
di Yaman, pikirku sempat marah melihat orang-orang Yaman bahkan mahasiswa
Indensia sendiri yang selalu membuang sampah sesuka hati mereka. Bathinku
sempat terenyuh ketika membayangkah hal itu terjadi dibumi pertiwiku. Semenjak
itu aku pun mulai berpikir untuk membuang sampah disembarang tempat. Kerap kali
aku harus mengantongi bunkus-bungkus pelastik minuman atau makananku untuk
membuangnya ditempat yang semestinya.
“jika aku tidak
bisa menghormati daerah orang lain, bagaimana bisa aku menghormati daerahku
sendiri?”. Pikirku waktu itu.
Hampir sampai
perjalananku, hampir tiba tempat tujuanku. Kereta api terlihat lebih sepi dari
sebelumnya. Namun tumpukan sampah kian membanyak. Aku pun berpikir bagaimana
dengan sampah-sampah ini?
Namun, seorang
pria separuh baya lengkap dengan seragam PT. KAI nya datang dari pintu seberang
gerbong kereta api. Aku menatapnya dari kejauhan. Dan aku tersenyum bangga
kepada orang itu.
Dengan sigapnya
orang itu pun mengumpulkan semua sampah. Menyapunya dari sudut-sudut kereta
api, dari bawah kursi, habis semuanya bersiah ia sapu. Hingga ia sampai
dipenghujung gerbong. Aku yang berdiri persis didepan pintu gerbong itu pun
harus berjingkrak-jingkrak mengangkat kakiku ketika ia menyapu.
“sungguh mulia
orang ini!”. Pikirku salut.
Lalu, setelah
semua sampah terkumpul didepan pintu gerbong itu, tanpa pikir panjang petugas
kebersihan kereta api itu pun langsung membuang sampah-sampai itu keluar. Aku
harus nanap ketika sampah-sampah itu berhempasan ketanah bumi pertiwi yang aku
cintai. Lalu tatapku mengenap lagi memandangi petugas itu menyapu gerbong yang
berikutnya.
Siapa yang
harus disalahkan? Jika kebersihan harus mengotori tempat lain.
Pagi yang cerah untuk mengawali aktivitas yang indah. Kumasukkan tasku kedalam laci meja sekolah dan kupandangi nuansa pagi yang eksotis dari balik kaca jendela. Kuhela nafas panjang sebagai penyeimbang senyuman riang. Satu persatu mereka mulai memasuki ruangan. Aku menyenyumi mereka yang mengangguk-angguk mengisyaratkan 'selamat pagi' kepadaku. Lalu mereka berkumpul bak kelompok menceritakan gosip pagi yang tak pernah aku tahu.
Aku masih belum menemukan teman yang cocok meski sudah bersekolah selama sebulan di sekolah yang aneh ini. Ya, aneh sekali bagiku. Dari kecil aku dididik didalam pesantren. Tidak pernah terbayang olehku belajar sambil cangkrukan dengan gadis-gadis cantik berok mini. 'seperti di café-café' cengirku dalam hati. Andai orang tuaku tidak dipindah tugaskan pasti aku masih bisa meneruskan hafalan qur'anku di pesantren.
Dia memang beda dari yang lainnya. Memang sih tidak berkerudung, tapi hanya dia satu-satunya gadis di sekolah yang kutemui mengenakan rok panjang. Selain itu dia juga pendiam dan terhormat, tidak seperti gadis-gadis lain yang lumrah pegang-pegangan dengan teman pria mereka. Selain itu, dia juga cerdas dan bijak, dia jauara terus disekolah, semua guru mengenal dan menyukainya. Selain itu, dia sangat manis.
Matakau tak lelah menatapnya dari tadi dari balik kaca jendela. Tapi entah kenapa seakan aku merasa gundah dan menderita kala melihatnya. Seolah aku ingin terus menjauh tatkala ia dekat denganku. Hatiku terasa terenyuh dan sakit sekali. Tapi kerap kali aku terseyum puas dikala perasaan-perasaan itu menyerangku. 'inikah cinta?' pikirku sambil meraba-raba jantungku. Jika benar, maka ini adalah yang pertama.
Aku memang sudah lama meliriknya. Ya, tidak lama juga sih karena aku baru sebulan bersekolah disini. Tapi dia satu-satunya siswi disini yang mampu menggugah semangat cintaku dari tidur malasnya. Pada jam istirahat, para siswa berkelompok-kelompok membicarakan hal-hal yang belum pernah aku tahu. Mereka tampak bersemangat sekali membicarakannya. Aku mencoba menguping pembicaraan mereka tapi aku tidak mengerti apapun. Yang dapat aku dengar hanya kata-kata 'cinta' dan 'festival'.
"hey, kau sedang apa? Boleh aku duduk disini?" tegur Aan.
"hah! kau mengagetkanku An. Mereka pada bicara apa? Kok kelihatannya seru sekali".
"kau tidak tahu, sebentar lagi hari valentine. Akan ada perlombaan besar-besaran".
"perlombaan apa?"
"baiklah, berhubung kau anak baru jadi akan kujelaskan. Kau kenal Puput kan? Dia wanita tercantik disekolah ini".
"Puput? Siapa?"
"itu lho cewek yang biasa memakai rok panjang sendiri itu. Kau jangan memotong omonganku dulu. Jadi, biasanya para siswa akan mengadakan festival untuk siapa yang berhak memacari gadis tercantik sekolah ini selamat setahun. Yang dalam hal ini adalah Puput. Tapi ya, sudahlah, jangan terlalu kau pikirkan, tak ada gunanya. Kita hanya ditakdirkan sebagai penonton".
"kenapa begitu?".
"yaa .. kita punya apa untuk diandalkan. Rata-rata yang ikut festival itu adalah anak-anak orang kaya dan orang-orang ganteng. Kita, tampang pas-pasan, dompet kering, kuper lagi".
"kenapa Puput harus mau?".
"karena itu sudah tradisi sekolah ini turun temurun, lagian Cuma setahun kok".
"jurinya?".
"Puput sendiri".
Aku baru tahu kalau namanya Puput. Dan Aan benar, aku tidak punya apa-apa untuk kuandalkan, mana sebanding aku dengan mereka. Mungkin benar kata orang-orang bahwa cinta itu cukup untuk dirasakan tak perlu untuk digenggam.
Sore hari, pada jam ekstrakurikuler di sekolah, seluruh siswa mengerumuni seorang siswa laki-laki yang berdiri diatas kursi. Aku pun berlari menembus desakan-desakan bahu para siswa untuk mendengar jelas apa yang diberitakan orang itu.
"peraturannya agak berbeda tahun ini. Ini demi keadilan dan menjawab keluhan para siswa laki-laki yang kurang beruntung selama ini. Jadi kami selaku panitia dari 'valentine girl event' memutuskan untuk mewajibkan masing-masing kelompok siswa laki-laki mengikuti festival. Kami sudah menentukan kelompok-kelompok itu. Setiap kelompok minimal mengirim satu perwakilan. Kelompok-kelompok itu adalah kelompok orang kaya, kelompok anak gaul, kelompok orang pintar, kelompok orang bodoh dan kelompok orang culun. Daftar nama-nama anggota kelompok yang sudah kami tentukan bisa dilihat sendiri di Mading. Pendaftaran paling lambat besok hari! Ayo kita meriahkan acara ini bersama-sama".
Aku pun bergegas untuk melihat dikelompok mana aku ditempatkan mereka. Aku mendapati namaku nomor satu dikelompok orang culun. Memang sih aku culun sedikit. Tapi ini tidak akan mengubah keadaan. Banyak siswa culun yang lebih berhak ikut event itu selain aku.
Aku terkejut ketika Aan berbisik padaku bahwa aku yang didaftarkan mewakili orang culun.
"kenapa harus aku?"
] "yang lain tidak ada yang mau. Karena itu hanya akan menambah rasa malu dan kekurang percayadirian mereka saja. Karena mereka sudah pasti kalah".
"bukankah ini demi keadilan para siswa yang selama ini mengeluh karena tidak bisa ikut festival?".
"ahhh.. itu hanya akal-akalan panitia saja agar tidak mendapat saingan".
"iya, tapi kenapa harus aku yang didaftarkan?"
"kau kan masih baru, jadi .. kau tidak punya pilihan. Ya sudah selamat berjuang ya".
Semalaman, seharian, aku terus memutar-mutar otakku. Aku tidak punya uang untuk membeli hadiah. Aku hanya diberi akal pas-pasan, aku tidak bisa menciptkan sesuatu yang luar biasa. Aku tidak pernah pacaran sebelumnya, jangankan pacaran kenal perempuan saja baru ini. Bagaimana bisa aku merayu perempuan dengan bahasa yang indah dan romantis. Apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus diam saja sebagai pecundang?.
Sudah beberapa hari aku tidak konsen belajar. Pikiranku bercabang-cabang menjadi tidak karuan. Dan berhari-hari pula berlalu tanpa kutemukan apapun sebagai sesuatu yang dapat kuandalkan difestival. Dan aku tersentak ketika mengetahui bahwa besok adalah tanggal 14 Februari.
Kuhubungi Aan untuk membantuku. Paling tidak memberiku idelah. Tapi aku ibarat mengadu pada batu bisu. Aku tidak mendapatkan hasil apa-apa dari Aan. Aku tidak tahu lagi harus menghubungi siapa. Aan satu-satunya yang lumayan akrab denganku. Kupikirkan dalam-dalam, apa sebenarnya yang kumiliki. Meski aku tidak punya dan tidak bisa apa-apa tapi pasti tersisa sesuatu yang aku miliki.
Kuputar terus otakku dan kutemukan. Ternyata aku masih memiliki sesuatu, berdegub kencang bersama deguban jantungku. Aku masih memiliki cinta. Aku pun tersenyum lebar dan mulai merasa mantap sebagai anggota festival. Bermodalkan cinta aku akan menjadi pemenangnya.
Namun malam itu, aku diliputi kebingungan lagi. Bagaimana caraku menawarkan modalku. Apa aku harus menyataknnya langsung. Konyol sekali pikirku. Bisa kencing dicelana aku. Aku harus punya gaya tersendiri. Tapi harus dengan gaya apa?. Kuputar lagi otakku dengan harapan barangkali masih ada yang tersisa dari kelebihanku. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang mantan anak pesantrenan sepertiku ini? Aku duduk dan tanpa sengaja mataku menemukan mushaf al-qur'an yang sering kupakai menghafal dulu. Lalu, senyumku pun mulai terekah dibibir yang sudah lama tidak berkhittah.
Aku pun mengambil pena dan selembar kertas. Dan kutulis :
"Biarlah Tuhan yang menyampaikan maksudku".
Diakhir kertas kutulis "bukalah surat Tha-Ha ayat 41"
Acara itu sangat ramai sekali. Para siswa antusias sekali memeriahkan acara yang bagiku sangat bodoh itu. Giliran orang-orang kaya tiba. Ada yang memberinya cincin, ada yang memberinya jam tangan, ada yang kalung dll. Giliran orang pintar pun tiba, ada yang memberinya puisi, ada yang memberinya penemuan-penemuan jenius dari rangkaian listrik dan sebagainya. Tiba pula giliran anak-anak gaul. Ada yang menghadiahkannya lagu romantis bahkan ada yang mengangkatnya seperti putri salju dan menyanjungnya dengan kata-kata romantis dan macam-macam.
Dan tibalah giliranku dari kelompok orang culun. Hanya aku satu-satunya perwakilan dari kelompok orang-orang culun. Aku pun maju dengan gugup dan memberinya satu lembar kertas. Jangankan bicara, menatapnya saja didepan orang ramai seperti itu aku tidak sanggup seakan jantunku akan melompat keluar saking kencangnya ia berdegub. Kemudian aku pun turun lagi dari atas panggung.
"kalau aku kalah jangan salahkan aku" bsisikku pada Aan yang juga termasuk culun.
"tidak ada yang akan menyalahkanmu karena memang itulah takdirnya". Katanya.
Ia membuka suratku lalu menatapku tajam dengan matanya yang indah. Aku sendiri tidak mengerti apa arti tatapannya itu. Lalu ia berbisik dengan salah seorang panitia. Dan kemudian panitia itu membawakan mushaf terjemahan kepadanya. Penonton heran akan tingkahnya yang meminta mushaf ditengah-tengah acara. Mungkin mereka pikir apa hubungannya al-qur'an dengan festival cinta?.
Matanya pun sibuk mencari ayat yang kumaksud dalam surat itu. Tapi ia menemukannya dan dimushaf itu tertulis khittah Tuhan :
"dan aku telah memilihmu untuk diri-Ku"* Acara itu berlalu dan aku sangat malu. Dikantin Puput masih memperhatikanku dan pandanganku tertunduk-tunduk malu menanggapinya.
"memang apa yang kau tulis dalam surat itu?, sepertinya ia menyukainya. Dari tadi ia memandangimu. Nanti sore pada jam ekstrakurikuler pengumumannya. Kau tahu kan?".
Aan memang culun tapi ia sangat cerewet denganku. Kali ini aku memilih bisu menanggapinya karena sebenarnya ialah yang mendaftarkanku sebab ia tahu selama ini diam-diam aku memperhatikan Puput.
Sore itu aku ingin tidak hadir karena takut menerima kekalahan. Tapi entah kenapa hati ini begitu kuat dan yakin. Mungkin karena aku menyampaikannya melalui khittah Tuhan yang suci.
Seluruh siswa pun berkumpul untuk mendengarkan keputusan Puput yang akan dibacakan protokol. Aku sempat duduk dibelakang menjauh dari kerumunan para siswa. Tapi Aan menyeretku hingga berada paling depan bersama dengan para peserta yang lainnya. Keminderanku untuk meyakini aku bisa menang membuatku tidak mendengar protokol menyebut namaku berkali-kali. Hingga akhirnya Aan menepukku dan menyadarkanku bahwa akulah yang dipilih oleh Puput.
THE END.
Tareem, 7 September 2011.
ABU DOHAK
*Ayat ini menceritakan tentang Nabi Musa a.s yang dipilih Allah swt menjadi rasul-Nya. Namun secara tekstual kalimat dalam ayat tersebut bisa dipinjam untuk menyampaikan maksud tertentu sebagai sindiran seperti dalam cerita ini.
Tapi sayang,
kehangatan tawa ria mereka itu tidak berlangsung lama. Beberapa saat ketika
mereka menikmati kebersamaan itu. Dua manusia hitam tadi muncul diatas tebing.
Salim melihatnya dan berkata :
“itu” sambil
menunjuk keatas. Salim langsung menggenggam erat tangan si nona manis lagi dan
mengajaknya berlari. Mereka berlari menyebrangi aliran air terjun itu. Batu
demi batu diloncati. Lalu mereka terus memasuki hutan rimba lagi. Mereka berdua
terus berlari dan sangat cepat.
“mungkin sudah
agak jauh” pikir Salim, ia ingin beristirahat sejenak. Namun sebelum ia dan si
nona manis sempat berhenti, ada segerombolan makhluk hitam yang sama didepan
mereka. Salim dan sinona manis menjadi kaget tak kepalang. Salim langsung
menarik tangan si nona untuk berlari kearah kanan. Salim kalut dan takut. Ia
hanya bisa berlari sekuat tenaga. Tak penting jalan mana yang mereka tempuh.
Asal kaki bisa melangkah kita terus berlari pikir Salim. Dan kali ini Salim dan
si nona manis berlari menanjak bukit. Bukit yang tinggi sekali. Sementara
dibelakang bukan hanya dua, tapi segerombolan makhluk hitam yang ingin memangsa
mereka.
“ayo berusaha!!” jerit batin Salim dalam hati untuk menyemangati dirinya.
Dan akhirnya
setelah kejar-kejaran itu berlangsung lama, Salim dan si nona manis pun sampai
kebukit yang paling tinggi. Sesaat sesampainya mereka diatas bukit itu, Salim
dan si nona manis itu pun terdiam oleh sebuah pemandangan yang sangat eksotis
dan menakjubkan.
“wah!! Indah
sekali” kata nona itu. Didepan mereka ada sebuah candi besar terukir rapi.
Namanya candi Trenggalek, sebuah bukti sejarah dari penginggalan kerajaan kuno
di Indonesia. Namun salim dan si nona manis itu tidak mengerti bangunan apa
itu.
“indah sekali
ya, ada bangunan dengan ukiran rapi seperti ini diujung bukit Srigayang, aku
tidak pernah tahu” lanjut nona itu.
“mungkin ini bukti sejarah” kata Salim yang dari tadi terus memandanginya
dan menjamahnya. “tapi apapun ini” kata Salim “sungguh menakjubkan”. Lalu Salim
mengarahkan pandangannya kearah kanan.
“lihat itu!” kata Salim sambil menunjuk kearah sebuah bukit hutan “kita
berada pada bukit yang kedua dari hutan perbukitan Srigayang ini. Lihat!” Salim
menolehkan kepalanya kesebelah kiri “itu, bukit ini dekat sekali dengan desa.
Jika kita turun dan menelusuri jalan itu kita akan sampai kedesa. Kita akan
keluar dari hutan ini!” kata Salim dengan suara yang agak lantang. “kita
selamat” kata Salim penuh bahagia. Namun si nona manis itu hanya membengongi
Salim. entah apa arti bengongan dan tatapan si nona itu. Mungkin bagi si nona,
keselamatan mereka adalah awal dari perpisahan mereka. Tapi ia hanya diam. Lalu
dengan agak terpaksa si nona manis itu pun meerkahkan senyumnya walau tidak
selebar dan seceria sebelumnya.
Ketika mereka ingin turun mengitari jalan itu, sebagian gerombolan makhluk
hitam muncul dari jalur itu sehingga Salim dan si nona manis mundur kebelakang
dan memutari candi itu. Mereka terjebak. Kini, makhluk hitam itu akan mengepung
mereka. Salim memandangi nona itu sangat dalam. Tangan mereka terus berpegangan
sangat erat bahkan lebih erat dari yang sebelumnya. Seakan mereka tak sudi jika
genggaman kedua tangan itu terputus. Disekitar mereka segerombolan makhluk
hitam mulai datang menyerang mereka dari segala penjuru. Kemudian dengan penuh
yakin Salim menarik tangan si nona cantik itu masuk menelusuri candi. Jalannya
penuh dengan belokan dan liku-liku. Sementara itu, segerombolan makhluk hitam
terus mengejar mereka memasuki candi itu. Setelah beberapa saat berputar-putar
didalam candi, Salim merasa terjebak. Tak ada jalan yang bisa membantu mereka
keluar. Raut keputus asaan mulai terpancar dari wajah Salim. akan tetapi,
tidak, pasti ada jalan keluar dan Salim percaya itu.
Diujung tembok dan ditutupi oleh beberapa selingan tembok, Salim menemukan
sebuah pintu kecil. Salim memandangi si nona jelita dan si nona jelita itu
menganggukkan kepalanya sebagai isyarat setuju untuk memasuki pintu itu.
Mungkin hanya itulah satu-satunya jalan. Mereka berdua pun memasuki pintu kecil
itu. Dibalik pintu itu ada ruangan kecil panjang yang gelap dan kotor sekali.
Lalu Salim menutup pintunya dan berharap Tuhan akan memalingkan pandangan
mereka dari pintu itu. Diruangan yang gelap dan kotor itu, Salim hanya bisa
melihat mata si nona manis dan giginya apabila ia bicara. Suasana didalam
ruangan itu hening tanpa suara tapi tangan mereka terus berpegangan erat.
“kau takut?”
bisik Salim bertanya memecahkan keheningan diantara mereka. Si nona jelita itu
hanya menggeleng dan berkata
“karena ada
kau”. Salim hanya membalasnya denga senyuman ramah. Akhirnya, setelah dua hari
terjebak, Salim bisa agak sedikit lega karena sudah menemukan jalan keluar.
“sedikit lagi” pikir Salim.
“sekarang giliranmu yang bicara” tegur nona manis itu “tadi malam aku
menceritakan semua perihalku, sekarang ceritakanlah perihalmu” lanjutnya. Salim
pun dengan senang hati menceritakan semua tentang dirinya bahwa ia mempunyai
seorang kakak perempuan yang sangat ia sayangi bernama Linda. Ia juga
menceritakan bunda, ayah dan keharmonisan keluarga mereka dengan panjang lebar.
Sampai-sampai sebab ia ingin belajar kejawa pun habis ia ceritakan. “mungkin
dengan cerita ini kami bisa dengan sabar menunggu kepergian para makhlukhitam” pikir Salim.
“apa kau pernah
jatuh cinta?” Tanya nona jelita itu polos. Salim terdiam dan memandangi si nona
itu dalam kegelapan. Lidahnya seperti membeku seperti batu untuk membahasakan
suara cinta. “tapi baiklah” pikir Salim dalam hati. Ia berkata :
“aku sangat
sulit sekali jatuh cinta dan akan sulit sekali menarik cinta itu apabila
terlanjur jatuh kehati orang. Sulit sekali. Tidak semudah menarik tanganmu
terus kubawa berlari” Salim diam dan suasana diantara mereka sempat hening
sejenak. “dulu, pernah cinta itu jatuh, waktu itu aku baru kelas 2 SD” lanjut
Salim.
“secepat itukah
kau sudah mengenal cinta?” serobot nona jelita itu bertanya kaget. Salim hanya
membalasnya dengan senyuman lagi. Lalu ia berkata :
“ya secepat
itu, cepat sekali bukan? Tapi aku adalah orang yang terbodoh didunia, aku tidak
pernah bisa mengungkapkannya, aku sangat malu, jangankan mengungkapkannya
menyebut namanya saja didepannya aku tidak berlari. Sampai akhirnya kami lulus
SD, aku tetap tidak berani mengatakannya”. Salim mulai teringat lagi tentang
masa-masa lalunya.
“kalau aku
boleh tahu, siapa dia?” Tanya nona manis itu.
“namanya Tuti”
jawab Salim “dia adalah anak tercantik disekolah waktu itu, yah begitulah
cintaku”. Salim pun diam kembali dan suasana hening kembali diantara mereka
sejenak dan kemudian keheningan kembali hilang oleh perkataan Salim :
“tapi...”
tiba-tiba suara rebut-ribut yang aneh terdengar jelas dari balik pintu. Itu
adalah suara segerombolan masunia hitam. Salim dan si nona cantik pun
menghentikan pembicaraan mereka. Setelah suara rebut-ribut itu menghilang dari
arah luar, si nona manis mulai bertanya lagi : “tapi apa?”. Salim menjawab :
“tapi...” dan suara rebut-ribut terdengar lagi dari luar pintu tapi kali ini
lebih ramai dan lebih keras dari sebelumnya.
“sepertinya mereka menemukan persembunyian kita” bisik Salim. Tanpa pikir
panjang Salim pun mengajak si nona manis itu menelusuri ruangan gelap yang
memanjang itu. Ternyata ruangan itu sangat panjang sekali. Mereka berdua
menemukan belokan. “mungkin ada celah dijalan yang berbelok pikir Salim”.
Ternyata benar, sesaat setelah mereka memasuki belokan itu, Salim dan si nona
jelita itu menemukan setitik cahaya. Ya, ada setitik lobang yang menembus
tembok itu. Akhirnya, Salim dan si nona itu pun memperhatikan lobang yang
tertembus cahaya itu. Dan ternyata, tembok itu adalah pintu yang sudah ratusan
tahun bahkan ribuan tahun tak pernah dibuka. Salim dan si nona pun mendobrak
pintu tua itu. Lalu, pintu terbuka. Ternyata mereka berada disisi candi yang
bagian luar. Dan dihadapan mereka adalah sebuah jalan yang tadinya menurut
perkiraan Salim itu adalah jalan keluar menuju desa. Sementara itu,
segerombolan makhluk hitam tadi masih berada didalam pekarangan candi. Salim
dan si nona jelita segera menelusuri alur turun sebagai jalan keluar itu tanpa
terlihat oleh segerombolan makhluk hitam karena terlindung oleh bangunan candi.
Setelah beberapa saat Salim dan si nona menelusuri jalan turu, ternyata salah
seorang dari makhluk hitam itu ada yang melihat mereka. Dia yang melihat itu
pun langsung member isyarat kepada teman-temannya atas keberadaan mereka
berdua. Segerombolan makhluk hitam itu langsung keluar dari pekarangan candi
dan mengejar mereka berdua. Aksi kejar-mengejar pun terjadi lagi.
Salim dan si nona jelita berlari sangat kencang. Salim dengan tenaga yang
super ekstra ditambah rasa takut, jalan yang menurun itu pun membantu
kencangnya lari mereka berdua. Begitu juga dengan segerombolan makhluk hitam,
mereka berlari sangat kencang. Setelah beberapa lama berlari diatas tanah yang
menurun, kini Salim, si nona jelita dan para manusia hitam telah memasuki area
hutan yang datar. Dan menurut perkiraan Salim, desa sudah tidak jauh lagi dari
mereka.
Disela-sela
lari yang berkecepatan tinggi, sebuah kotak kecil yang dibuka si nona manis
pada malam itu terjatuh dari sakunya.
“tunggu!” kata
si nona jelita. Ingin rasanya ia berhenti dan memungut kotak itu kembali. Akan
tetapi Salim tidak mau berhenti dan terus menarik tangan si nona jelita itu
untuk berlari. Lalu si nona itu berusaha untuk melepaskan tangannya dari
genggaman Salim. tapi, Salim sekali-kali tidak akan membiarkannya. Karena Salim
semakin merasa yakin bahwa desa sudah tidak jauh lagi dihapannya. Namun,
disela-sela melepaskantangan itu si
nona berkata
“kokatku jatuh”
lalu ia pun berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Salim dan mereka
berduapun berhenti mendadak.
“kita akan
tertangkap jika kembali kebelakang” kata Salim dengan sangat kesal.
“tapi aku tidak akan keluar dari hutan ini tanpa kotak itu” kata si nona
jelita. Salim sangat kesal sekali. Tapi apa boleh buat, tak ada gunanya banyak
bicara pikri Salim karena segerombolan manusia hitam itu sudah semakin
mendekati mereka.
“baik” kata Salim “biar aku yang mengambilnya, kau tunggu disini”. Tanpa
menunggu persetujuan dari si nona Salim langsung berlari kembali kebelakang
untuk mengambil kotak itu. Si nona jelita pun hanya bisa diam memandangi Salim.
“harapan penuh kucurahkan dipundakmu”. Kria-kira seperti itu pesan pandangan
itu. Lalu akhirnya, Salim menemukan kotak itu tergeletak dihimpit rerumputan.
Salim pun memungutnya dan memperlihatkannya kepada si nona jelita dari jarak
jauh. Si nona cantik itu kelihatan senang sekali. Senyuman lebarnya terekah
menunggu hampiran Salim. namun, ketika kaki Salim mulai melangkah untuk berlari
lagi, segerombolan manusia hitam itu pun muncul dan mengepungnya. Salim terperanjat
dan ketakutan. Mengetahui keadaan itu si nona jelita mulai bergerak untuk
menolong Salim. tapi sayang, aksi nona manis itu pun sudah ketahuan duluan oleh
segerombolan manusia hitam itu. Salim yang dari tadi mulai berjalan mundur
dengan perlahan ini pun memberi isyarat kepada si nona jelita untuk pergi dan
menemukan desa. Merasa isyaratnya tidak mempan, Salim lantas berteriak keras
“LARI... cepat lari ...”. si nona manis itu hanya bisa menggeleng. Air matanya
mulai jatuh menyentuh sudut bibirnya. Tak terpikir olehnya akan keadaannya. Ia
tidak menyangka ternyata seperti ini akhirnya. Beberapa dari makhluk hitam itu
pun berbalik arah dan mulai berlari memangsa si nona jelita. Akhirnya dengan
terpaksa si nona manis itu pun berlari menginggalkan Salim. Air mata Salim pun
jatuh memandangi nona jelita itu berlari. Lalu kemudian mereka berdua pun
terpisah. Salim meninggalkan perasaannya dan memasuki kembali dunia pikirannya.
Dihadapannya ada beberapa makhluk hitam yang berjalan perlahan mendekatinya.
Salim pun mulai berbalik arah dan lari lagi kepedalaman hutan. Ia berlari
sangat kencang dan tangan si nona jelita yang dulu biasanya ia genggam erat
ketika berlari kini berubah menjadi kotak kecil seukuran telapak tangan orang
dewasa. Karena tidak mau memasuki hutan terlalu dalam lagi, Salim memilih untuk
tidak berlari lurus. Ia berlari memutar-mutari rawa dan pepohonan. Hampir satu
jam telah berlalu Salim masih bermain petak umpat itu dengan para makhluk
hitam. Dan akhirnya Salim merasa sangat lelah sekali. Ia pun memilih untuk
berhenti dan bersembunyi dibalik pohon besar. Lalu setelah itu, ia pasrahkan
semuanya kepada Tuhannya. Di balik pohon persembunyiannya itu, ia memandangi
kotak si nona jelita. Ia merasa sangat kesepian. Ia merasa ada sesuatu yang
telah terenggut dalan jiwanya. Dan Salim sangat ketakutan. Ternyata, keberadaan
si nona jelita itu disampingnya bisa membuatnya lebih tegar dan nyaman. Setelah
sekitar 15 menit Salim bersembunyi dibalik pohon besar itu, Salim mendengar ada
suara ranting patah akibat injakan kaki. Ingin rasanya Salim keluar dan berlari
lagi, tapi ia tak kuasa. Ia merasa sangat lelah sekali. Kakinya terasa ingin
copot. Akhirnya, ia memasrahkan semuanya kepada sang Kuasa. Salim berdoa agar
makhluk hitam itu tidak menemukannya. Tapi, “doa harus disertai usaha”
pikirnya. Bukan Salim namanya kalau dia hanya diam disini tanpa melakukan
sesuatu. Salim melihat ada kayu besar disampingnya. Lalu ia pun meraihnya.
Sementara, suara langkah kaki itu mulai terdengar jelas menginjaki rawa-rawa.
Melalui pendengarannya, Salim yakin kalau suara langkah itu tepat berada
dibalik pohon. Salim memegang erat ranting itu dan mulai bangkit. “satu....
dua... “ hitung Salim dalam hati sambil menarik nafas. Ia akan memukul makhluk
hitam itu sekuatnya dan berlari menuju desa. “tiga” dan ternyata sebuah senjata
api panjang tertodong tepat diwajah Salim. salim pun menghembuskan nafasnya
dengan lega. Ternyata, dihadapannya adalah pak polisi yang sedang mencarinya.
***
Kini Salim pun aman berjalan tenang didalam hutan dengan dikawal beberapa
orang polisi. Salim melitah hampir ratusan polisi yang diturunkan kehutan untuk
mencarinya. Tapi Salim tidak melihat satu pun makhluk hitam tadi. Tapi
“sudahlah” pikir Salim “itu sudah berlalu”. Dan sekarang ia berkumpul lagi
dengan teman-temannya. Sesampainya diluar hutan, Salim disambut ramai oleh
teman-temannya. Terutama Rifat yang sangat gembira atas kehadiran Salim. mereka
berdua langsung berpelukan. Salim memperhatikan sektianya ada banyak orang. Ada
polisi, orang-orang kampong dan juga banyak mobil. Namun Salim tak juga
menemukan si nona jelita itu.
“kau melihat
siapa?” Tanya Rifat
“oh, bukan
siapa-siapa” jawab Salim.
“kau harus
menceritakan semuanya kepadaku” kata Rifat. Salim hanya tersenyum dan kembali
memperhatikan sektiarnya.
“kau tahu” kata
Rifat melanjutkan “ternyata bukan hanya kau saja yang tersesat dalam hutan, ada
seorang gadis cantid seumuran kita juga yang tersesat disana”.
“apa? Kau
melihatnya? Kemana dia?” Tanya Salim.
Dia sudah pergi, tadi ketika ia keluar, ia langsung dibawa oleh mobil hitam
mewah, kupikir dia adalah orang kaya, kalau bukan anak pejabat pasti anak
konglomerat” kata Rifat menjelaskan. Salim hanya diam terbodoh mendengar
penjelasan Rifat. Ingin rasanya ia bertemu dengan gadis jelita itu sekali lagi
sasa.
Mereka berdua
dan para siswa yang lainnya naik kedalam bus dan akan menempuh perjalanan
pulang. Salim menceritakan kepada Rifat semua yang ia alami didalam hutan
secara panjang lebar. Tak tertinggal juga tentang nona jelita itu.
“wah, hebat
Lim” kata Rifat. “memang namanya siapa Lim” Tanya Rifat.
“bodoooh”
teriak Salim dalam hati sambil memukul kening. Ia sudah begitu akrab dengan si
nona jelita tapi mengapa ia lupa menanyakan nama nona itu. Si nona juga lupa
bertanya nama kepada Salim. kebersamaan membuat mereka bersatu sehingga nama
tak lagi menjadi pembatas diantara mereka. Tapi, “tetap saja bodoh” pikir
Salim. salim sangat menyesal sekali dan marah kepada dirinya sendiri. Tapi
Salim berjanji “suatu saat aku akan menemuimu lagi apapun yang terjadi”. Salim
pun teringat tentang peristiwa ia dan si nona jelita itu didalam ruangan gelap
dicandi Trenggalek. Waktu itu ada suatu perkataan yang belum sempat
diselesaikan Salim. sebenarnya Salim ingin mengatakan “tapi, sejak pertama kali
aku memandang matamu, ada perasaan aneh yang muncul. Perasaan itu muncul dan
tumbuh begitu cepat dan spontan”. Ternyata Salim yang tidak mudah mencintai
wanita ini tunduk dan takluk hanya dalam pandangan pertama kepada si nona
jelita itu.
“aku akan
mencarimu” kata Salim mantap dalam hatinya yang paling dalam. Salim pun sadar
bahwa ditangannya ia masih memegang kotak milik sinona itu. Diiringi laju bus
yanglumayan kencang, Salim mencoba
untuk membuka kotak itu. “isinya pasti sangat berharga sehingga ia tidak rela
kotak ini tinggal di hutan” pikir Salim. pelahan ia buka. Dan ternyata isinya
adalah sebuah foto mesra antara si nona jelita itu dan kedua orang tuanya.
Diatas foto itu terletak sebuah salib kristus. Salim jadi mengerti kenapa
ketiak ia menyuruhnya untuk shalat, si nona jelita itu hanya tersenyum tanpa
menjawab sedikit pun. Salim merasa agak sedikit aneh dengan fakta baru ini.
Tapi Salim sudah terlanjur berjanji “apapun yang akan terjadi, tetap ia akan
kutemui”. Dan disepanjang perjalanan pulan itu, Salim melamun terus memikirkannya.
“kebahagiaan itu datang secara tiab-tiba dan dengan cepat pula ia menghilang”
pikir Salim. cukup singkat. Takkan pernah ada yang tahu perihal Salim di hutan
itu. Kecuali dia, si nona jelita, Rifat sahabatnya dan tentunya Tuhan Sang Maha
Pencipta.