Assalamu'alaikum ...
Salam lebaran
bagi sahabat semua.
Allahu akbar,
allahu akbar, allahu akbar, la ilaaha illa allahu allahu akbar, allahu akbar
walillahil hamd.
Gema yang tak
setiap hari bisa kudengar. Tapi rasanya biasa saja. Benarkah?
07 dzulhijjah
1433 bertepatan dengan 23 Oktober 2012 pukul 08.12 sekitar 13 orang kami
berangkat ke Mukalla, ibu kota provinsi Hadramaut, Yaman. Perjalanan kali ini,
boleh dikatakan hanya untuk sekedar ziarah atau, hanya untuk membuka kembali
memorabilia beberapa tahun silam. Karena dulu, aku pernah menetap selama satu
tahun dikota madaniyah ini.
Ini pertama
kalinya aku ke Mukalla semenjak perpindahanku ke Tarim tiga tahun lalu. Hmm,
badai rindu ini membuat senyumku tak mengendur disepanjang perjalanan menuju
Mukalla, yang ditempuh selama plus minus 6 jam. Aku yang duduk disamping pak sopir tak
memperdulikan ocehan dan gelegar tawa teman-temanku dibelakang, jalanku
menemukanmu, Mukalla! Tapi sayang, untuk menekan waktu perjalanan pak sopir
mengambil jalan pintas yang tidak sepenuhnya mulus. Akibatnya, darat seolah perjalan laut yang membelah
omabk-ombak raksasa yang membuat sebagian penumpang dalam mini bus itu mabuk
dan muntah-muntah sepanjang perjalanan. “perut saya kosong ini. semua yang saya
makan tadi pagi itu, saya muntahkan semuanya, saya minum air satu gelas,
keluarnya juga satu gelas, saya minum lagi, keluar lagi, agghhhh”. Kira-kira
begitu cetus kesalnya bicara pada kami. Untung saja aku duduk paling depan.
08 Dzulhijjah
1433. Kami sudah buat janji untuk ziarah ke kediaman Habib Abdullah Muhammad
Baharun, Rektor Jami’ah Al-ahgaff. Pilihan waktu pun jatuh pada ba’da maghrib.
Kami sendiri bergegas ke rumah Habib pukul setengah lima sore. Agar shalat
maghrib bisa jamaah dengan Habib. Sebelumnya, kami empat orang sudah
bermusyawarah terlebih dahulu mengenai hal penting apa yang akan kami bicarakan
nanti pada Habib. Satu hingga tiga tema menarik sudah kami persiapkan dan kami
pun berangkat dengan semangat yang berkobar-kobar, termasuk aku, karena aku
sendiri mempunyai hal pribadi yang ingin kusampaikan kepada Habib.
Sesampainya
di rumah Habib, kami pun langsung menuju masjid yang baru siap dibangun. Ada
Khudori murid Habib yang sedang duduk sendirian didalam masjid. Cerita punya
cerita dan ramah punya tamah dengan khudori, kami pun sampai dipenghujung
puasa. Sayangnya, kami lupa membawa makanan pembatal untuk puasa kami. Aku dan dua orang teman pun berinisiatif
untuk membeli iftar ke baqalah (warung). Tapi sayang, baqalahnya begitu jauh dan kami
harus menempuhnya dengan jalan kaki. Walhasil, belum sampai baqalah adzan
mahgrib sudah terdengar. Sampai baqalah, baqalah pun tutup. Akhirnya kami
memutuskan untuk shalat mahgrib di mushalla mahattah alias pom bensin di dekat
baqalah. Akhirnya, shalat maghrib dibelakang Habib pun gagal.
Setelah dapat
beberapa makanan, kami pun kembali ke kediaman Habib. Dan lagi-lagi harus
dengan jalan kaki selama 15 menit. Sesampainya di rumah Habib, kami pun ingin
memanggil teman-teman yang lain untuk membatalkan puasa mereka. Tapi, tampaknya
ada yang beda di Masjid. Ya, ada Habib Abdullah ditengah-tengah mereka. Aku pun
memanggil kedua orang temanku untuk bergabung bersama teman-teman yang lain
dimasjid. Dan, lagi-lagi kami terlambat. Kami datang disaat-saat terakhir Habib
akan meninggalkan masjid. Akhirnya, hal pribadi yang ingin kusampaikan pada
Habib pun batal. Tapi untungnya, masih ada yang tersisa pada petemuan malam itu.
Sebuah cepretan yang nantinya akan menjadi memorabilia nyata yang tak
terluapakan.
10 Dzulhijjah
1433. Aku shalat ied di masjid Siddieq. Hampir saja aku tidak shalat karena
begitu beratnya mata ini terbuka alias ngantuk. Tapi ini hanya sekali dalam
setahun dan mungkin ini yang terkahir di Mukalla. Aku harus memaksakan diriku.
Aku pun melangkah ke masjid tanpa mandi, tapi gosok gigi, bahkan tanpa cuci
muka. Jorok ya. Hihihi.
Selesai
shalat, eh, ada Habib Abdullah yang ternyata shalat di masjid yang sama
denganku. Langsung saja aku mendatangi beliau dan menyalami beliau. Tapi kali
ini tidak bisa berfose lagi apa lagi menyampaikan pesan pribadi. Setelah aku
menyalami beliau, desak-desakan mulai tak terhindari untuk hanya sekedar
bermusofahah dengan Habib Abdullah. Aku pun bermusofahah dengan para teman dan
astidzah hingga cepretan berikutnya menjadi saksi idul adhaku di Mukalla.
Tidak sampai
disitu, ada satu agenda yang sempat membuat pusing kepalaku selama di Mukalla.
Lalu sore ied, agenda itu pun terlaksana dengan lancar, Alhamdulillah. Yaitu
sosialisasi organisasi Sumatra atau OPISI. Sekitar 25 anak Sumatra beriringan
menuju laut Mukalla lengkap dengan segala perbekalan mereka. Awalnya, kami
ingin mensosialisasikan organisasi ini kepada anak-anak baru di Mukalla,
setelah itu main bola lalu asya bersama. Tapi, ketika menatap laut, hasrat itu
tak terbendung lagi. Kami meninggalkan agenda lalu terjun kelapangan pasir
bermain bola.
Kemudian,
adzan pun terdengar, kami terpaksa menghentikan permainan yang kacau-kacauan.
Lalu shalat dengan pakaian dan keadaan seadanya. Aku sendiri adzan dipinggir
pantai yang luas, dibawah teja yang semakin memudar. Lalu shalat dengan sarung
yang berlumuran pasir. Seusai shalat, gema takbir dengan liriknya yang indah
bergaya keindonesiaan berosrak lantang dari kerikil-kerikil asal Sumatra ini.
Damai rasanya.
Setelah itu,
hari menggelap dan kami harus tetap melangsungkan acara sosialisasi itu. Kami
pun bergeser mencari tempat yang sedikit lebih terang. Akhirnya pilihan pun
jatuh di bawah lampu jalan tepat dipinggir jalan raya di dekat laut. Acara
berlansung biasa. Tapi yang menjadi catatan tersindiri bagiku dalam acara ini
adalah, dipinggir jalan raya didekat laut yang menjadi tempat tongkrongan
banyak orang berpaham wahabi yang menganggap maulid itu adalah bid’ah dan
haram, malah kami membaca dengan lantang dan keras maulid Nabi saw. Seribu mata
tak terhindarkan menyeringai kami ketika kami berdiri dan mengucapkan salam
kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Idul Adha
yang menyenangkan. Entah kapan ied seperti ini akan kembali. Ied yang penuh
dengan tawa, kocak, sial, tapi menyenangkan wallah, dan, aku yakin, insya Allah
barakah.
Mukalla, 11
Dzulhijjah 1433 H.
ABU DOHAK.